Pesantren Darussalam
Visi
Pesantren Darussalam sebagai pusat
lembaga pendidikan Islam yang menyiapkan pemimpin-pemimpin masa depan
Misi
1. Menggelorakan semangat pemurnian
ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran Ahlussunnah wa al-Jama'ah yang
bersumber pada al-Qur'an dan as-Sunnah.
2. Membina budaya kesalihan
(kesalihan individu dan kesalihan sosial) dan budaya kepakaran (asketisme
intelektual) di kalangan santri dan masyarakat.
3. Mengembangkan dan melestarikan
ilmu-ilmu agama Islam yang tertuang dalam kitab-kitab kuning dan litelatur-litelatur
modern.
4. Mendukung, melaksanakan dan
mengamankan pembangunan nasional di segala bidang secara proaktif, dinamis,
ikhlas dan bertanggung jawab.
Tujuan
1. Berjiwa Islami, berwawasan
kebangsaan dan berkepribadian utuh.
2. Bersifat terbuka dan tanggap
terhadap perkembangan ilmu-ilmu Bahasa arab dan ilmu-ilmu agama Islam terhadap
kemajuan IPTEK dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
3. Menerapkan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki sesuai dengan bidang keahliannya dalam kegiatan
produktif dan pelayanan pada masyarakat.
4. Menguasai dasar-dasar agama Islam
beserta metodologi bidang keahliannya sehingga mampu memahami, menjelaskan dan
merumuskan cara penyelesaian masalah yang ada di kawasan keahliannya, serta
mampu berfikir, bersikap dan bertindak sebagai ilmuan Islam sekaligus sebagai
ulama waratsatul anbiya.
Motto
1. Muslim Moderat : adalah
sosok manusia muslim yang dapat bersikap luwes, tenggang rasa, bersolidaritas
etis dan sosial, hormat pada sesama, jauh dari sikap angkuh, congkak dan ingin
menang sendiri.
2. Mukmin Demokrat : adalah
sosok manusia beriman yang berakar ke bawah dan berpucuk ke atas. pada saat di
panggung kekuasaan dia tidak melupakan rakyat yang telah membesarkannya ; dan
pada saat dia turun dari panggung kekuasaan dan harus kembali dengan rakyat,
dia tidak putus semangat dan putus harapan.
3. Muhsin Diplomat : adalah
sosok manusia yang mencintai kejujuran, keadilan, keberanian, kebajikan,
keindahan, sopan santun dan berakhlak mulia. Dia akan selalu mengedepankan sifat-sifat
yang baik dan terpuji dalam menghadapi berbagai persoalan hidup dan kehidupan.
Satu
hal yang acap dikenang oleh alumni Pesantren Darussalam adalah kebersahajaan
pesantren ini dalam keseharian santrinya. Bahkan, seperti yang kerap terucap
dari K.H. Irfan Hielmy (Alm)-pendiri Pesantren Modern Darussalam yang selalu
mengajarkan kebersahajaan- setiap kali menerima kunjungan tamu, selalu disambut
dengan kalimat yang sama, seolah menegaskan bagaimana seharusnya santri
Darussalam mengambil posisi dengan kerendah-hatian, "selamat datang di
tempat kami, pesantren yang sangat sederhana."
Ihwal kebersahajaan dan kesederhanaan Darussalam ternyata sama
tuanya dengan sejarah pesantren ini. Nun di paruh 1929, 84 tahun silam,
K.H. Ahmad Fadlil (wafat th. 1950), ayahanda K.H. Irfan Hielmy (wafat th. 2010),
memulai kisah kebersahajaan dengan sebuah masjid dan sebuah bilik sebagai
asrama. Santri yang pertama kali mondok adalah pemuda-pemuda setempat yang
tidak hanya diajari ilmu-ilmu agama, akan tetapi diajak mengolah sawah,
bercocok tanam dan diberi contoh bagaimana memelihara bilik dan memakmurkan
masjid. Pesantren Tjidewa, sebutan untuk komunitas baru itu, dengan cepat
mendapat simpati serta dukungan dari masyarakat sekitar dan lebih banyak lagi
santri yang mondok.
Adalah
suami-istri Mas Astapradja dan Siti Hasanah yang mewakafkan tanahnya di Kampung
Kandanggajah, Desa Dewasari, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis Jawa Barat
kepada K.H. Ahmad Fadlil. Dibantu oleh masyarakat dan santri, Pesantren Tjidewa
menapaki guratan sejarah dengan optimisme menghilangkan benalu yang menempel
dalam ajaran islam.
Menjelang
proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, di Pesantren Tjidewa sudah mondok 400
orang santri yang mengaji ilmu tafsir, ilmu hadits, sejarah dan perbandingan
madzhab, di samping kitab-kitab ilmu sharaf dan ilmu nahwu.
Keputusan
K.H. Ahmad Fadlil dengan hanya menerima santri putra tidak terlepas dari
kondisi saat itu yang tidak bisa terlepas dari kontelasi keamanan akibat
penjajahan Belanda. Akan tetapi karena didorong oleh keinginan untuk melepaskan
diri dari cengkraman penjajah dan ditambah dengan meluapnya semangat santri
untuk menghalau Belanda, K.H. Ahmad Fadlil juga mengajarkan strategi
berdiplomasi mengatasi tekanan penjajah. Apalagi dengan kemampuannya berbahasa
Belanda yang didapat dari kakeknya sejak di Sekolah Rakyat (Vervolg School)-
dengan mudah bisa menyerap berbagai informasi yang kelak berguna sebagai modal
berdiplomasi.
Lebih
dari itu, penguasaan terhadap teks berbahasa Arab telah tampak sejak Ahmad
Fadlil muda berhasil menghapalkan kitab-kitab seperti Jauharul Maknun, 'Uqudul
Juman, Talkhisul Miftah dan syair-syair nya. Bahkan, pada usia 31 tahun ia
telah berhasil menerjemahkan Qashidah Burdah karya Muhammad Said al-Busyiri.
Sampai sekarang, Qashidah Burdah berbahasa sunda yang merupakan karya
terjemahan masterpiece K.H. Ahmad Fadlil masih terdengar dibaca dan
didendangkan oleh santri-santri di banyak pesantren tradisional terutama di
Jawa Barat.
Melalui
sejarah yang panjang (berdiri tahun 1929 oleh K.H. Ahmad Fadlil), kini Pondok
Pesantren Darussalam telah berkembang dan mencapai kemajuan yang sangat
menggembirakan. Pondok Pesantren yang pada awal berdirinya hanya memiliki
sebuah rumah tempat tinggal Kiayi, sebuah masjid dan sebuah asrama (pondok)
yang sederhana, kini telah memiliki fasilitas bangunan yang relatif lengkap dan
beberapa diantaranya cukup megah.
Disamping
peningkatan fasilitas dan sarana pendidikan untuk santri, hal yang sangat
penting lain adalah pengembangan sistem pendidikannya. ketika di banyak Pondok
Pesantren lain masih mengkhususkan pada pengajian kitab, Pesantren Darussalam
mulai merintis untuk menyelenggarakan pendidikan formal. Maka sejak dasawarsa
60-an, Pesantren Darussalam mulai memodernisasikan sistem pendidikannya dengan
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal.
Pada
tahun 1967, mulai dirintis penyelenggaraan sistem pendidikan modern dengan
mengadaptasi model klasikal dan sampai saat ini semua jenjang pendidikan dar
mulai Taman Kanak-kanak (TK) (di Pesantren Darussalam disebut Raudlatul
Athfal/RA) hingga perguruan tinggi telah ada di pesantren ini.
Lembaga
pendidikan formal yang pertama didirikan adalah Raudlatul Athfal (Taman
Kanak-kanak) pada tahun 1967, kemudian pada tahun 1968 berdiri Madrasah
Ibtidaiyah/MI (setingkat SD), lalu Madrasah Tsanawiyah Darussalam/MTsD
(setingkat SMP) pada tahun 1968. kemudian berdiri Madrasah Aliyah Negeri
Darussalam (setingkat SMA) pada tahun 1969. Selanjutnya didirikan SMA Plus
Darussalam yang merupakan lembaga pendidikan swasta pada tahun 2003. Sedangkan
Pendidikan Tinggi (PT) di Pondok Pesantren Darussalam adalah berbentuk Institut
yang didirikan pada tahun 1970, dengan nama Institut Agama Islam Darussalam
(IAID) yaitu Perguruan Tinggi Agama Islam yang menggabungkan pendidikan
akademik dengan pendidikan kepesantrenan, yaitu Pondok Pesantren Darussalam.
Disamping itu, pada tahun 1995 diselenggarakan pula Ma'had 'Aly, yaitu
pendidikan tinggi Pesantren Darussalam. Mahasantri Ma'had 'Aly ini terdiri dari
lulusan Madrasah Aliyah dan para mahasiswa Institut Agama Islam Darussalam dari
berbagai fakultas yang memenuhi persyaratan, diantaranya telah mampu membaca
kitab-kitab kuning.
Comments
Post a Comment